Page 6 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 6

34

Ground to A ir yang memudahkan pemberian informasi posisi dan
pergerakan lawan yang cepat dan akurat dalam membantu para
penerbang melaksanakan misinya sering menjadi kendala.

2) Sarana Sistem Informasi Penerbangan Non Schedule.
Berdasarkan Konvensi Chicago 1944, bahwa kedaulatan suatu
negara di ruang udara secara penuh dan utuh, artinya bahwa tidak
satupun pesawat udara asing baik sipil maupun militer
diperbolehkan menggunakan ruang udara nasional kecuali setelah
mendapat ijin atau telah diatur dalam suatu perjanjian baik secara
bilateral maupun multilateral. Identifikasi pesawat udara terdiri atas
pesawat yang sudah terjadwal (on schedule) dan yang tidak
terjadwal (non schedule), untuk pesawat yang sudah terjadwal
secara rutin dikerjakan oleh bandara-bandara sipil dan juga oleh
Kohanudnas, sedangkan untuk pesawat non schedule apabila
sudah mendapat ijin oleh instansi terkait proses identifikasinya sama
dengan yang sudah terjadwal asalkan sesuai dengan perencanaan
penerbangan yang diajukan dalam ijin tersebut, sedangkan yang
tidak terjadwal dan tidak ada ijin termasuk pelanggaran wilayah
udara dan perlu penindakan oleh Kohanudnas. Permasalahan yang
selama ini adalah informasi adanya ijin lintas atau memasuki
wilayah udara Indonesia sering terlambat diketahui oleh
Kohanudnas, sehingga Kohanudnas apabila menangkap adanya
pesawat non schedule harus melacak ke instansi terkait untuk
memastikan apakah sasaran tersebut sudah ada ijinnya atau belum
berkartan dengan penindakan yang akan diambil. Saat ini sistem
informasi penerbangan non schedule belum berjalan sesuai dengan
yang diharapkan, jaringan data flight clearance belum beroperasi
dengan baik.

3) Sarana On Line F lig ht Plan (Rencana Penerbangan
Terkoneksi). Belum terlaksananya sistem perencanaan
penerbangan yang dilaksanakan secara “on line system” antara
Bandara/MCC dengan Pusat Operasi Sektor (Posek) Hanudnas,
   1   2   3   4   5   6   7   8   9   10   11