Page 13 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 13
95
ketidakkompetenan dengan jaman dan berbagai tindak buruk akibat
lemahnya karakter dan moral.50
Pendidikan karakter bisa gagal bila faktor luaran
menghadirkan segala yang berlawanan dengan apa yang diajarkan.
Hal ini karena, karakter—sebagai sistem keyakinan dan kebiasaan
yang mengarahkan tindakan individu, terbentuk karena adanya
interaksi dengan pihak luar (diluar individu). Dengan kata lain,
karakter terbentuk dari relasi dan saling pengaruh dengan pihak luar.
Maka, sangatlah kontekstual bila Revolusi Mental
dilaksanakan. Sebab, kekerasan dalam konteks subordinasi
melahirkan korupsi, kolusi, nepotisme, lemahnya penegakan hukum,
dan lemahnya institusi peradilan. Kekerasan dalam konteks karakter
feodalisme melahirkan kemalasan dan bermental priyayi (hanya
ingin dilayani), sikap rakus (pada kekuasaan maupun materi), dan
melahirkan kaum oportunis. Kekerasan secara kultural melahirkan
in-toleransi dan in-harmoni, dan tak sudi mengalukan dialog dalam
memecahkan masalah. Revolusi Mental ingin membalikkan itu
semua:
“Karena itu, kita harus melakukan koreksi segera. Kita harus
melengkapi proses reformasi yang sudah berjalan dengan Revolusi
Mental. Dengan Revolusi Mental, kita kikis habis mentalitas warisan
Orde Baru. Kita berantas korupsi, bukan sekadar menangkapi
orang-orang yang korup, tapi kita mengembangkan sistem dan
budaya tidak tidak korup. Kita harus bangun toleransi dan harmoni.
Kita hilangkan sikap rakus. Kita kembangkan dialog dalam
memecahkan masalah. Kita tegakkan hukum yang adil dan kita
tegakkan institusi peradilan yang bersih. Kita tutup rapat ruang gerak
bagi para oportunis”.51
50 Dalam konteks Ini, karakter dimaksudkan sebagai sebuah sistem keyakinan dan
kebiasaan yang mengarahkan tindakan individu. Sedangkan moral diartikan sebagai
“sesuai dengan ide-ide yang umum diterima tentang tindakan manusia, mana yang baik
dan mana yang tidak baik bagi kehidupan".
51 Transkrip teks animasi Revolusi Mental Jokowi (Final)] lihat:
mm.youtube, com/watch ?v=cpmqFBBCiRo