Page 12 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 12

94

                   Gerakan anti kekerasan48 (HAM) juga menyasar ke institusi-
         institusi pendidikan, termasuk institusi pendidikan vokasional.
         Pendekatan persuasi, didaktik, dan komunikasi lebih dikedepankan
         menggantikan metode-metode pengajaran klasik atau perancangan
         kegiatan lama yang banyak mengandung unsur perlakuan
         subordinasi.

                  Namun, ada kenyataan yang harus diakui dengan lapang
         dada, yaitu: bangsa ini masih relatif rapuh. Sedikitnya setelah
         melewati 50 tahun usia merdeka, bangsa Indonesia mengalami
         banyak cobaan yang dahsyat. Bangsa Indonesia mengalami krisis
         ekonomi, yang disusul krisis politik, sosial, dan bahkan—yang paling
         merisaukan—adalah krisis moral atau krisis karakter.

                  Inilah alasan terpenting kenapa pendidikan karakter,
         termasuk pada institusi pendidikan vokasional, harus dioptimalkan.
         Di satu sisi bangsa Indonesia harus berjuang keras untuk segera
         pulih dari krisis moral/krisis karakter—yang sudah bagaikan kanibal
         yang memakan dirinya sendiri—untuk menegakkan eksistensi dan
         kehormatan sebagai bangsa49; di sisi lain bangsa Indonesia harus
         terus bergerak maju dan di depan, sudah menanti era demografi
         2025-2030— sebagai konsekuensi rasional dari tingkat fertilitas saat
         ini.

                  Tidak ada lagi waktu untuk menunggu. Tanpa pendidikan
         karakter yang optimal, komprehensif, dan terintegrasi, maka yang
         akan tampil pada 2025-2030 nanti adalah generasi yang justru
         menambah berat beban bangsa dan negara karena

48 Banyak buku tentang sejarah anti-kekerasan ditulis para ahli. Untuk sejarah lengkap
mengenai anti-kekerasan, yang sangat representatif adalah buku karya Gene Sharp, The
Politics o f Nonviolent Action (Boston: Porter Sargent Publishers, 1973).
49 Tingkat korupsi yang tinggi menjadi faktor penting yang mempengaruhi kehormatan
Indonesia di mata internasional. Transparansi Internasional (Tl) menyebutkan,
berdasarkan hitungan Corruption Perception Index (CPI), sepanjang 2013 Indonesia
berada di urutan ke-114 dari 177 negara yang diukur tingkat kebersihan dari korupsi(-nya).
Artinya, Indonesia masih sangat parah dalam perkara korupsi. Kondisi korupsi di indonesia
lebih buruk dari yang terjadi di Ethiopia, Kosovo, dan Tanzania. China yang 10 tahun lalu
lebih korup dari Indonesia, kini menempati posisi ke-40.
   7   8   9   10   11   12   13   14   15   16   17