Page 8 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 8

36

          Fenomena ini lebih bernuangsa pada individualis dari pimpinan
 institusi penegak hukum, kemudian merambah kepada masing-masing
 personil oknum aparat penegak hukum yang tidak mampu dalam
 menyatukan paham menginterpretasi dinamika masyarakat dan
 perkembangan hukumnya untuk menerapkan asas keadilan restoratif
 menyelesaikan kasus-kasus tindak pidana.

          Integritas dan komitmen dari para pemangku kebijakan penegak
 hukum yang juga masih sangat terbatas, sehingga tidak mampu
 menjalin kerjasama dengan sesama institusi penegak hokumuntuk
berani berkomitmen menerapkan asas keadilan restoratif
menyelesaikan kasus-kasus tindak pidana, hanya dimungkinkan oleh
merekayang mempunyai SDM dalam penguasaan tugas, fungsi dan
wewenangnya tanpa harus menonjolkan ego sektoral.

b. Belum efektifnya fungsi kelembagaan penegakan hukum.
         Di samping egois sektoral sebagai salah satu faktor penghambat

penerapan asas keadilan restoratif menyelesaikan kasus-kasus tindak
pidana, ternyata kelembagaan penegakan hukum juga mempunyai andil
yang tidak kalah perannya untuk mengaplikasikan tugas, fungsi,
wewenang dan tanggung jawab yang diberikan oleh undang-
undang.SDM dari pengelola kelembagaan penekan hukum tersebut,
hanya memberikan respon sepanjang memperoleh keuntungan bagi
kepentingan kelembagaannya, sekalipun trik-trik yang demikian itu
terindikasi KKN.

         Bahkan tidak menutup kemungkinan adanya beberapa regulasi
kelembagaan yang tumpang-tindih.Kemudian dari fenomena-fenomena
seperti itu, menyebabkan aparat penegak hukum salah dan keliru
menafsirkan substansi hukum yang di atur dalam setiap
regulasi.Akibatnya berimbas pada tidak berhasilnya diterapkan asas
   3   4   5   6   7   8   9   10   11   12   13