Page 9 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 9

25

   realistik. Konflik disebabkan ketiadaan mekanisme saluran, misalnya tidak
   dihargai dalam masyarakat, tidak mempunyai akses kepada kekuasaan
   dan politik. Resolusi Konflik diarahkan kepada pemenuhan kebutuhan
   dasar yaitu dengan memberikan akses kepada pihak-pihak yang berpotensi
   konflik. Cosser kemudian menawarkan pembentukan sebuah institusi baru
  yang bersifat formal maupun informal.

            Teori Cosser kemudian diperbaiki oleh Edward Azar yang melihat
  kepada durasi konflik dan kegagalan dalam resolusi konflik. Azar
  mengajukan skema resolusi konflik melalui pendekatan struktural yang
  tredesentralisasi. Pendekatan ini diharapkan dapat memuaskan kebutuhan
  psikologis, ekonomis dan relasional. Pendapat ini senada dengan
 pandangan Gurr mengajukan teori "Deprivasi Relatif'. Teori Gurr ini melihat
 kondisi sistematis yang merubah konflik menjadi kekerasan. Perspektif
 ketiga disebut kalkulasi rasional. Fokus dalam perspektif ini bahwa
 pemangku kepentingan yang terlibat dalam konflik memiliki pertimbangan
 rasional untuk membuat keputusan, mengatur strategi dan menghentikan
 konflik. Tetapi menghentikan kekerasan bukan satu-satunya kepentingan
 dari pihak yang berkonflik. Resolusi konflik menurut pendekatan ini
 menunggu saat yang tepat (ripe moment). Peran pihak ketiga untuk
mendorong dan mempengaruhi pertimbangan melalui pemberian reward
and punishment (penghargaan dan hukum an).10

          Dalam konteks konflik etnis dan agama, setidaknya ada tiga
perspektif yang sering digunakan; Pertama, perspektif primodial yang
melihat konflik sebagai suatu yang tak terhindarkan dalam masyarakat
yang secara etnis dan agama berbeda. Realitas etnik dan agama dianggap
sebagai sesuatu yang tetap, tidak berubah alami dan tidak terhindarkan.
Kedua, perspektif instrumentalis melihat bahwa etnis dan agama bukanlah
sebagai penyebab konflik melainkan sebagai sarana komunikasi atau alat
untuk mencapai tujuan dalam konflik. Kedua realitas tersebut digunakan
untuk memobilisasi dalam mencapai tujuan ekonomi maupun politik. Pihak
yang terlibat melakukan mobilisasi sebagai ’political entrepenur*. Perannya
melakukan mobilisasi dan mengambil keuntungan dalam konflik. Ketiga,

            10Tuhana Taufik, 2000, Konflik Maluku, Jogjakarta: Gama Gelobal Media, hal 32-33
   4   5   6   7   8   9   10   11   12   13   14