Page 7 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 7

23

        beragama harus dijunjung tinggi dalam kehidupan bermasyarakat,
        berbangsa, dan bernegara di Indonesia.

                  Pada intinya undang-undang ini berupaya menjamin agar
        agama tidak disalahgunakan sebagai alat untuk memaksa orang lain
        memeluk salah satu agama tertentu dan mendorong agar masing-
        masing umat beragama tidak mengganggu kehidupan beragama
        lainnya, dengan kata lain mendorong toleransi antar umat beragama
        berjalan dengan baik. Selain itu juga menegaskan bahwa Negara
        Kesatuan Republik Indonesia dilandasi atas kepercayaan terhadap
        Tuhan Yang Maha Esa sebagaimana telah termaktub dalam
        Pancasila dan UU NRI 1945.

                  Undang-undang ini dapat dijadikan sebagai salah satu
        pedoman operasional dalam upaya mengimplementasikan
        kewaspadaan nasional terhadap ancaman konflik antar umat
        beragama di Indonesia. Undang-undang ini dapat cukup berperan
        dalam situasi saat ini mengingat mulai muncul kembali konflik
         keagamaan seperti kasus Ahmadiyah dan penyerangan gereja Huria
         Kristen Batak Protestan (HKBP) oleh Front Perjuangan Pemuda
         Islam (FPI).

9. Landasan teori
         Implementasi kewaspadaan nasional terhadap ancaman konflik

antar umat beragama yang diharapkan dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara sesungguhnya adalah bagaimana menciptakan
suasana yang rukun dalam masyarakat. Kerukunan pasti terkait dengan
keteraturan sosial atau social order. Di dalam diskursus ilmu sosial,
keteraturan sosial merupakan suatu hal yang sangat mendasar di dalam
kehidupan ini. Bahkan begitu pentingnya keteraturan sosial tersebut maka
 di dalam salah satu asumsinya dinyatakan bahwa social order merupakan
 bagian penting di dalam kehidupan ini.9 Hampir tidak didapati suatu

             9 Di dalam paradigma fakta sosial dijelaskan ada tiga asumsi teoretik, yaitu adanya
  keteraturan sosial, adanya perubahan secara evolusioner, dan tidak ada fakta yang berdiri
  sendiri. Tanpa adanya keteraturan sosial maka, fakta sosial tersebut tidak bisa diteliti. Nur
  Syam. 2005. Bukan Dunia Berbeda. Surabaya: Eureka.
   2   3   4   5   6   7   8   9   10   11   12