Page 6 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 6
konflik Poso, Sampit, Ambon, Tasikmalaya, Pekalongan, Surakarta,
Pontianak dan konflik antar etnis lainnya menjelang peralihan
kekuasaan dari Orde Baru ke era reformasi. Di antara separatisme
tersebut, gerakan separatisme OPM dan RMS hingga sekarang belum
terselesaikan dengan baik, sementara konflik lainnya sudah
diselesaikan.
Berdasarkan sejarah dan fakta empiris, konflik separatisme di
Indonesia bukan hanya terjadi di zaman kemerdekaan, melainkan sudah
ada sejak di nusantara ini muncul kerajaan, baik kerajaan animisme,
Hindu, maupun Islam. Berdasarkan catatan sejarah tentang konflik
separatisme dalam kemerdekaan, dapat dikelompokkan berdasarkan
penyebab dan dipetakan berdasarkan wilayahnya. Pengelompokkan
konflik separatisme ini, ditinjau dari pengaruh variabel pemicunya, yaitu
etnis, agama, ekonomi, dan politik (aliran).
1) Variabel potensi pemicu separatisme.
Separatisme yang mengandung etnis terjadi di dalam
masyarakat Papua yang bergerak cepat dan cukup tinggi.
Peluang separatisme ini semakin besar jika adanya kesenjangan
dalam ekonomi. Kasus gerakan yang dimotori oleh OPM adalah
contoh konflik yang dilatar belakangi oleh perbedaan pemahaman
politik yang diikuti oleh ketimpangan penguasaan ekonomi di
Provinsi Papua. Walaupun kasus ini tidak serumit kasus yang
dipicu oleh faktor agama, tapi setiap ada kerusuhan, masyarakat
pendatang selalu menjadi sasaran amuk massa dengan tingkat
kerugian cukup signifikan. Sedangkan kasus yang disebabkan
oleh perbedaan agama lebih rumit karena masing-masing agama
menganjurkan umatnya untuk mempertahankan eksistensi
agamanya walaupun harus ditebus dengan nyawa (Kalla, 2009)
Kondisinya semakin rumit kalau jumlah penganut agama yang
berbeda berimbang dan berasal dari etnis yang berbeda pula.
Hal ini pulalah yang pernah terjadi di Belanda tatkala terjadi
kerusuhan bernuansa Agama dan etnis antara warga lokal dan
66

