Page 13 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 13
31
“Ingat, di negeri ini tidak ada satu daerah pun yang tidak
memiliki kepala daerah, aparat penegak hukum. Aksi
kekerasan ini harus kita hentikan. Polisi dan panglima
tentorial harus all out menjalankan tugas dengan cara yang
dibenarkan hukum dan nilai demokrasi. Satu orang pun harus
dilindungi keamanannya, apa pun agamanya,
kepercayaannya, sukunya, pandangan politiknya. Terhadap
apa yang baru saja terjadi di Banten dan Temanggung,
setelah saya ikuti semua, saya berkesimpulan sesungguhnya
kita bisa mencegah. Menjaga kerukunan seharusnya tidak
hanya di bibir saja, tapi di pikiran dan tindakan. ”13
Namun arahan tersebut rupanya belum dijadikan sebagai
perhatian bagi Kepaia Daerah dan terutama jajaran penegak hukum.
Contoh kasus-kasus yang lain banyak kontroversi dan kompleksitas
persoalan di jajaran penegak hukum, yang akhirnya mencederai
rasa keadilan masyarakat dan menimbulkan kekhawatiran atas
jaminan keamanan bagi kelompok minoritas di negeri ini. Fakta lain
yang terkait dengan lemahnya penegakan hukum oleh aparat dapat
terlihat dari kemampuan penegak hukum dalam melakukan
pencegahan, pemetaan dan penindakan atas terjadinya berbagai
kasus kekerasan antar-kelompok masyarakat di Indonesia. Data
pada tahun 2010 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan
persebaran wilayah konflik di Indonesia, dengan DKI Jakarta
sebagai wilayah yang tertinggi (89 insiden), lalu diikuti Jawa Timur
(87 insiden), Sulawesi Selatan (76 insiden), Jawa Barat (66 insiden)
dan Maluku (47 insiden).
Terjadinya peningkatan persebaran wilayah konflik tersebut
mengindikasikan bahwa aparat penegak hukum belum bekerja
secara optimal dalam memetakan potensi konflik di Indonesia,
sehingga pemerintah kerap kali merasa 'kecolongan’, sulit
memprediksi dan mengambil langkah antisipasi secara
komprehensif dalam kerangka implementasi Kewaspadaan
13 Sambutan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam Peringatan Hari Pers Nasional
2011 pada tanggal 9 Februari 2011 di Kupang, Nusa Tenggara Timur.

