Page 11 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 11
39
pengawasan nyaris sekepentingan dengan lembaga/institusi yang
diawasi. Sebagai contoh, dari data yang dimiliki oleh Komisi
Kejaksaan RI hingga bulan Juli 2011, terdapat 431 laporan
pengaduan masyarakat terkait kinerja jaksa, namun hanya 104
surat yang diteruskan kepada Jaksa Agung untuk dimintai tindak
lanjutnya.27
Di sisi lain, Kompolnas dan Komisi Kejaksaan tidak didukung
landasan hukum yang mengatur secara tegas dan jelas dalam tugas
penyelidikan, penyidikan, dan investigasi terhadap kasus yang
dikeluhkan masyarakat atas kinerja lembaga yang diawasinya.
Padahal, dalam era reformasi saat ini akses partisipasi masyarakat
dan kontrol publik terhadap institusi penegak hukum merupakan
prasyarat mutlak bagi terbangunnya check and balances antara
institusi penegak hukum dengan masyarakat.
d. Minimnya Sinergitas dan Tata Laksana A ntar-lnstitusi
Penegak Hukum.
Koordinasi dan sinergitas secara internal dalam upaya
peningkatan penegakan supremasi hukum belum dapat berjalan
optimal, karena kultur birokrasi di Indonesia yang masih konservatif
dan belum memberlakukan pola penilaian berbasis kinerja. Kondisi
ini dapat dilihat dari keberadaan lembaga pengawas (inspektorat)
pada setiap institusi pemerintahan, termasuk di jajaran penegak
hukum, namun fungsi ini belum diberdayakan secara optimal.
Kurangnya sinergitas di dalam tubuh institusi penegak hukum
juga terlihat dari kondisi paradoks dengan penerapan kebijakan
reformasi birokrasi di institusi penegak hukum seperti Polri,
Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung, namun cukup banyak
aparaturnya yang justru tersangkut kasus hukum.
Kondisi ini merupakan situasi paradoksal bahwa penerapan
kebijakan reformasi birokrasi belum tentu akan berkorelasi positif
‘Komisi Kejaksaan Undang Jamwas Bahas Aduan Masyarakat Soal Jaksa Nakal”.
Diakses dari http://www.detiknews.com/read/2011/07/28/220638/1691840/10.

