Page 8 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 8
36
hukum. Aparatur penegak hukum kurang memiliki spirit dan
kemauan untuk berubah, dan tidak dibekali dengan kapasitas serta
pengembangan dari aspek moral dan mental yang dibutuhkan untuk
mengatasi krisis penegakan hukum. Rendahnya kualitas aparatur
penegak hukum merupakan gambaran dari seluruh angkatan kerja
di Indonesia, karena menurut publikasi BPS terkait Perkembangan
Beberapa Indikator Sosial Ekonomi Indonesia per-Februari 2011,
diperoleh hasil yang cukup memprihatinkan terkait tingkat
pendidikan angkatan kerja di seluruh Indonesia. Dalam publikasi
tersebut dinyatakan bahwa hanya 7,64 persen pekerja yang
berpendidikan diploma/sarjana dan 22,9 persen pekerja yang
berpendidikan SMA/SMK dari jumlah keseluruhan 108.207.767
orang penduduk Indonesia yang bekerja di berbagai sektor
pemerintahan dan swasta.
Di samping itu, rendahnya integritas moral aparat juga
tercermin dari makin seringnya aparatur penegak hukum yang
tertangkap tangan karena dugaan penyuapan, baik dari jajaran
polisi, jaksa, maupun hakim. Rendahnya moralitas dan mentalitas
dari institusi penegak hukum tersebut telah menimbulkan perilaku
ketidakpatutan dan penyalahgunaan wewenang, yang juga menjadi
sorotan dalam tabel laporan pengaduan masyarakat terhadap
institusi Kepolisian, Kejaksaan dan Lembaga Peradilan.
Lemahnya peran institusi penegak hukum dalam penegakan
hukum juga telah mengakibatkan menguatnya praktek-praktek
mafia hukum, penyalahgunaan wewenang aparat penegak hukum,
dan belum optimalnya kinerja aparat penegak hukum dalam
menyelesaikan berbagai perkara hukum. Sebagaimana tergambar
dalam data yang dirilis oleh Mahmakah Agung (MA) yang
menyebutkan bahwa pada akhir tahun 2010 terdapat 8.841 berkas
tunggakan perkara yang belum diputuskan dan diselesaikan secara
hukum.25
mMA Belum Tuntaskan Tunggakan Perkara’. Diakses dari
http://www.vhrmedia.com/2010/detail.php

