Page 10 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 10
Bhinneka Tunggal Ika menjadi jati diri bangsa Indonesia. Ini artinya, bahwa
sudah sejak dulu hingga saat ini kesadaran akan hidup bersama di dalam
keberagaman sudah tumbuh dan menjadi jiwa serta semangat bangsa di
negeri ini.
Munandar (2004:24) dalam Tjahjopurnomo S.J20. mengungkapkan
bahwa sumpah palapa secara esensial, isinya mengandung makna tentang
upaya untuk mempersatukan Nusantara. Sumpah Palapa Gajah Mada
hingga kini tetap menjadi acuan, sebab Sumpah Palapa itu bukan hanya
berkenaan dengan diri seseorang, namun berkenaan dengan kejayaan
eksistensi suatu kerajaan4. Oleh karena itu, sumpah palapa merupakan
aspek penting dalam pembentukan Jati Diri Bangsa Indonesia. Menurut
Pradipta (2009), pentingnya Sumpah Palapa karena di dalamnya terdapat
pernyataan suci yang diucapkan oleh Gajah Mada yang berisi ungkapan
lam un huwus kalah nusantara isun amukti palapa" (kalau telah menguasai
Nusantara, saya melepaskan puasa/tirakatnya). Naskah Nusantara yang
mendukung cita-cita tersebut di atas adalah Serat Pararaton. Kitab tersebut
mempunyai peran yang strategis, karena di dalamnya terdapat teks
Sumpah Palapa. Kata 'sumpah' itu sendiri tidak terdapat di dalam kitab
Pararaton, hanya secara tradisional dan konvensional para ahli Jawa Kuna
menyebutnya sebagai Sumpah Palapa. Bunyi selengkapnya teks Sumpah
Palapa menurut Pararaton edisi Brandes (1897: 36) adalah sebagai berikut:
“Sira Gajah Mada Patih Amangkubhumi tan ayun amuktia palapa,
sira Gajah Mada: “Lamun huwus kalah nusantara isun amukti
palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tanjung Pura, ring
Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik,
samana isun amukti palapa”
Terjemahan:
“Beliau Gajah Mada Patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan
puasa (nya). Beliau Gajah Mada: —Jika telah mengalahkan
nusantara, saya (baru) melepaskan puasa, jika (berhasil)
mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo,
20 Tjahjopurnom o S J . —Sumpah Palapa dan Sumpah Pemuda: Beberapa Catatan tentang
Persatuan . Makalah disampaikan pada Seminar Buku Langka sebagai Sumber Kajian
Kebudayaan Indonesia, di Auditorium Perpustakaan Nasional RI, Jl. Salemba Raya No. 28 A,
Jakarta, 28 Oktober 2004.
24