Page 9 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 9
23
Hasil amandemen tersebut, MPR membentuk atau menambahkan
sejumlah pasal baru dalam UUD NRI 1945 yang memberi penguatan
dominasi fungsi DPR, merubah posisi MPR, dan membentuk DPD,
sehingga menyebabkan kurang optimalnya fungsi Presiden. Sejumlah
kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan menjadi terbatas,
karena Presiden tidak dapat memutuskan tanpa persetujuan DPR.
Dalam amandemen UUD NRI 1945 tersebut, sejumlah kesepakatan
fraksi-fraksi dalam Sidang Umum MPR Rl 1999 antara lain adalah: (1)
tidak mengubah Pembukaan UUD NRI 1945, (2) tetap mempertahankan
Negara Kesatuan Republik Indonesia, (3) tetap mempertahankan sistem
pemerintahan presidensial, (4) penjelasan UUD NRI 1945 memuat hal
normatif dimasukkan dalam pasal-pasal, dan (5) perubahan dilakukan
dengan cara amandemen, (artinya perubahan tanpa membuang substansi
lama, tetapi hanya diubah atau ditambah).3
Selanjutnya akan diuraikan kewenangan lembaga pemerintahan
negara sesuai fungsinya masing-masing saat ini, sehingga akan tergambar
proporsional atau tidak fungsi tersebut.
a. Presiden.
Di dalam UUD NRI 1945 telah ditegaskan sejumlah fungsi Presiden,
misalnya pada pasal (4) ayat (1) yang berbunyi Presiden Republik
Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang
Dasar. Namun beberapa pasal juga di dalam UUD NRI 1945 yang
membuat fungsi Presiden tidak proporsional, karena kewenangan tersebut
harus mendapat pertimbangan atau persetujuan DPR, meskipun secara
struktural birokrat menjadi hak peroregatif Presiden. Misalnya pasal (13)
ayat (2) dan (3), pasal (14) ayat (2). Demikian juga dengan fungsi Presiden
dalam mengangkat Panglima TNI, Kapolri, Kepala Kejaksaan Agung, Duta
Besar, semuanya harus mendapat persetujuan DPR, dengan kata lain
harus di fit and propert test oleh DPR. Padahal jabatan tersebut adalah
jabatan frofesional struktural, sejatinya tidak perlu melalui proses politik di
DPR, cakup diangkat secara langsung oleh Presiden selaku kepala negara
3Ibid., h. 24-25

