Page 9 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 9
51
kepada Provinsi Irian Jaya sebagaimana diamanatkan dalam Ketetapan MPR Rl
Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara Tahun 1999-2004
Bab IV huruf (g) angka 2. Dalam Ketetapan MPR Rl Nomor IV/MPR/2000 tentang
Rekomendasi Kebijakan Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah, yang antara lain
menekankan tentang pentingnya segera merealisasikan Otonomi Khusus tersebut
melalui penetapan suatu undang-undang otonomi khusus bagi Provinsi Irian Jaya
dengan memperhatikan aspirasi masyarakat. Hal ini merupakan suatu langkah awal
yang positif dalam rangka membangun kepercayaan rakyat kepada Pemerintah,
sekaligus merupakan langkah strategis untuk meletakkan kerangka dasar yang
kukuh bagi berbagai upaya yang perlu dilakukan demi tuntasnya penyelesaian
masalah-masalah di Provinsi Papua.
Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua pada dasarnya adalah pemberian
kewenangan yang lebih luas bagi Provinsi dan rakyat Papua untuk mengatur dan
mengurus diri sendiri di dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kewenangan yang lebih luas berarti pula tanggung jawab yang lebih besar bagi
Provinsi dan rakyat Papua untuk menyelenggarakan pemerintahan dan mengatur
pemanfaatan kekayaan alam di Provinsi Papua untuk sebesar-besarnya bagi
kemakmuran rakyat Papua sebagai bagian dari rakyat Indonesia sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Kewenangan ini berarti pula kewenangan untuk
memberdayakan potensi sosial-budaya dan perekonomian masyarakat Papua,
termasuk memberikan peran yang memadai bagi orang-orang asli Papua melalui
para wakil adat, agama, dan kaum perempuan. Peran yang dilakukan adalah ikut
serta merumuskan kebijakan daerah, menentukan strategi pembangunan dengan
tetap menghargai kesetaraan dan keragaman kehidupan masyarakat Papua,
melestarikan budaya serta lingkungan alam Papua, yang tercermin melalui
perubahan nama Irian Jaya menjadi Papua, lambang daerah dalam bentuk bendera
daerah dan lagu daerah sebagai bentuk aktualisasi jati diri rakyat Papua dan
pengakuan terhadap eksistensi hak ulayat, adat, masyarakat adat, dan hukum adat.
Secara spesifik Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi
Khusus Bagi Provinsi Papua tidak mengatur persoalan yang berakar pada konflik
dan perbedaan pendapat mengenai proses dan legalitas penyatuan Papua sebagai
bagian dari Indonesia, walaupun realitas masih menunjukkan kuatnya pengaruh akar
persoalan ini dalam konflik di Papua. Konsekuensinya, ada yang berpendapat tujuan
pemberian Otonomi Khusus juga bukan untuk menyelesaikan perbedaan pendapat

