Page 8 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 8
-24 -
cacat meta-yuridis. Cacat yuridis adalah bila suatu produk hukum dianggap
bertentangan antara satu dengan lainnya. Sedangkan cacat meta-yuridis
menunjukkan keterkaitan suatu produk hukum di luar persoalan yuridis,
misalnya dengan politik, ekonomi, dan sosio-kultural. Cacat meta-yuridis ini
misalnya persoalan: apakah besaran denda hukum itu realistis secara
ekonomi? Di bidang politik, bagaimana jika suatu produk hukum itu
menimbulkan instabilitas politik? Apakah suatu aturan yang dimaksudkan
untuk sebuah rekayasa sosial (social engineering) tidak akan bertentangan
secara sosio-kultural? Sebab secara sosio-kultural, tidak jarang suatu
peraturan perundang-undangan bersifat kriminogen. Artinya, suatu aturan
yang bertujuan “baik”, ketika diterapkan bisa berakibat sebaliknya. Oleh
karena bisa saja aturan hukum tersebut hanya menjadi alat untuk
memfasilitasi kepentingan rezim yang berkuasa. Sehingga hukum yang
seharusnya menjadi wahana fasilitasi aspirasi rakyat sebagai subjek
pengguna hukum justru ditindas oleh hukum. Inilah argumentasi untuk
menunjukkan adanya kemungkinan cacat tersembunyi dalam aturan hukum
yang diproduksi melalui proses legislasi yang tidak dem okratis-partisipatif.
Untuk mengoreksi produk legislasi yang cacat hukum tersebut, muncullah
mekanisme pengawasan hukum yang disebut judicial review. Di Indonesia,
lembaga yang memiliki wewenang untuk mengontrol UU yang dianggap
bertentangan dengan UUD dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi. Sedangkan
untuk mengontrol peraturan perundang-undangan di bawah UU dilakukan oleh
Mahkamah Agung.
Khusus untuk mengontrol cacat tersembunyi dari Peraturan Daerah atau
Qanun di Aceh, dilakukan melalui dua mekanisme, yaitu lewat Mahkamah
Agung yang disebut judicial review, atau melalui instansi “atasannya”, yakni
Menteri Dalam Negeri yang berwenang untuk membatalkan Perda/Qanun
Provinsi dan Gubernur yang berwenang untuk mengevaluasi Perda/Qanun
Kabupaten/Kota, dengan mekanisme executive review.
Dikaitkan dengan kasus Aceh, ada hal penting yang dapat dicatat, bahwa
excecutive review oleh Menteri Dalam Negeri untuk Qanun Syariat Islam tidak

