Page 12 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 12

-40-

          hak protokoler, hak keuangan/administratif dan hak meminta pendapat.
          Adanya hak Imunitas ini memicu kontroversi dan pertanyaan dari aspek
          hukum, bukankah sebagai negara hukum, siapa pun harus tunduk pada
          ketentuan hukum yang yang sama? Pertanyaan lain yang juga sulit
          dihindarkan, apa pula alasannya memberikan hak imunitas ini kepada
          Wali Nanggroe? Bukankah hal ini dapat mengundang kecurigaan
          bahwa Wali Nanggroe Aceh dapat saja melakukan gerakan politik yang
          boleh jadi mengulangi lagi sejarah lama konflik Aceh dan tidak sekadar
         kepemimpinan adat? Apakah mereka masih menyimpan juga benih-
         benih disintegrasi yang telah dihapuskan melalui MOU Helsinki dahulu?
       Inilah sebagian dari hal-hal yang berpotensi mengundang disintegrasi
nasional di wilayah Aceh yang baru saja bergolak dan jika tidak diwaspadai
dan disikapi dengan baik akan mengganggu Ketahanan Nasional Indonesia.

  14. Pokok-pokok Persoalan yang Ditemukan

       a). Potensi Masuknya Gagasan yang Dapat Mengarah Kepada
Disintegrasi

       Qanun Aceh seperti telah dijelaskan setara dengan Peraturan Daerah,
hanya saja dengan beberapa kekhususan. Ini terjadi atas dasar kesepakatan
untuk mengakhiri konflik Aceh yang telah berlangsung lama dengan lahirnya
MOU Helsinki, 15 Agustus 2005. Kesepakatan inilah yang kemudian
mewujudkan Undang-undang No. 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh,
yang memberikan beberapa keistimewaan untuk Aceh, a l.:

      a) . Tentang Partai Politik Lokal
      b) . Adanya Lembaga Wali Nanggroe
      c) . Adanya Lembaga Adat
      d) . Tentang Mukim dan Gampong
      e) . Tentang Syariat Islam dan Pelaksanaannya
       f) . Tentang Mahkamah Syar’iyah
      g) . Tentang Majlis Permusyawaratan Ulama
   7   8   9   10   11   12   13   14   15   16   17