Page 10 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 10
Hi
memicu kontroversi yang dapat membawa kepada disintegrasi nasional.
Sebagai contoh dapat dilihat dari catatan di bawah ini :47
1). Tujuan pembentukan Lembaga Wali Nanggroe. Tentang hal ini
tercantum dalam pasal 3 Qanun Wali Nanggroe, yang menyatakan
bahwa tujuan pembentukan Lembaga Wali Nanggroe adalah:
a. mempersatukan rakyat Aceh;
b. meninggikan dinul Islam, mewujudkan kemakmuran rakyat,
menegakkan keadilan, dan menjaga perdamaian;
c. menjaga kehormatan dan kewibawaan politik, adat, tradisi
sejarah, dan tamadun Aceh; dan
d. mewujudkan pemerintahan rakyat Aceh yang sejahtera dan
bermartabat.
Frasa “mewujudkan pemerintahan rakyat Aceh" pada huruf d di
atas dapat membuat pertanyaan tidakkah akan menjadi tumpang tindih
dengan pemerintahan resmi? Bukankah fungsi pemerintahan telah
terbagi habis oleh bidang eksekutif, legislatif dan yudikatif, sehingga
terwujudnya pemerintahan rakyat sebagaimana istilah qanun tersebut
akan sulit menghindari adanya kontroversi dan pertanyaan, bidang
mana lagi yang menjadi ranah pemerintahan rakyat? Jika jawabannya
bidang kepemimpinan adat, sebagaimana yang mandatnya diberikan
oleh pasal 96 Undang-undang No. 11 tahun 2006, mengapa disebut
dengan istilah “pemerintahan rakyat’?
47 Mendagri sendiri meminta Gubernur Aceh Zaini Abdullah membahas 21 poin yang dianggap
berpotensi bertentangan dengan UU Pemerintahan Aceh dalam Qanun Wali Nanggroe. Lihat:
http://www.bbc.co.uk/indonesia/beritajndonesia/2013/12/131216_ qanunwalinanggroe.shtml,
diunduh tanggal 03 Juni 2014, pukul 20.00 WIB.

