Page 7 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 7
BAB II
LANDASAN PEMIKIRAN
6. Umum
Bangsa Indonesia hidup dalam suatu masyarakat majemuk, yaitu
masyarakat yang serba-ganda dalam kepercayaan keagamaannya, ganda
dalam ragam kebudayaannya, ganda dalam perilaku kehidupan
kemasyarakatannya, tetapi ia adalah satu bangsa. Semboyan “Bhinneka
Tunggal Ika” menunjukkan ciri keragaman kehidupan bangsa Indonesia,
yang sesungguhnya berarti: justru karena berbeda-beda maka ia satu
adanya. Kemajemukan tersebut merupakan identitas yang khas dan
sekaligus menjadi potensi bangsa Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan
pemahaman, pembinaan dan keteladanan agar realitas kemajemukan
tersebut tidak berkembang menjadi suatu potensi konflik.
Dalam konteks inilah maka peran para tokoh pemimpin informal
menjadi semakin signifikan. Peran tokoh pemimpin informal harus terus
diberdayakan untuk mendukung kepemimpinan tingkat nasional dalam
mengelola kemajemukan dan mencegah konflik sosial. Ketika para elit
politik dan pejabat negara tengah mendapat sorotan dan menghadapi krisis
kepercayaan dari masyarakat, maka pada momen inilah tokoh pemimpin
informal perlu mengoptimalkan peranannya. Pemberdayaan tokoh
pemimpin informal merupakan langkah strategis untuk mencegah
delegitimasi terhadap kepemimpinan nasional, sehingga harmonisasi sosial
dapat diwujudkan.
Oleh karena itu, dalam meningkatkan pemberdayaan peran tokoh
pemimpin informal, dibutuhkan suatu Landasan Pemikiran yang bersumber
dari falsafah pandangan hidup dan landasan kebangsaan Indonesia. Hal ini
terkandung dalam Paradigma Nasional, yang terdiri dari Pancasila sebagai
landasan idiil, UUD NRI Tahun 1945 sebagai landasan konstitusional,
Wawasan Nusantara sebagai landasan visional, Ketahanan Nasional
sebagai landasan konsepsional dan peraturan perundang-undangan
sebagai landasan operasional. Diperlukan pula landasan teori yang
menjadi acuan akademis dalam pembahasan masalah, serta tinjauan
9

