Page 11 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 11
13
ketegasan aparatur terkait sangat dibutuhkan berdasarkan payung
hukum ini untuk dapat mencegah terjadinya konflik sosial.
b. UU RI Nomor 73 Tahun 1958 tentang Menyatakan
Berlakunya UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum
Pidana untuk Seluruh Wilayah Indonesia tentang Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 406
Tindakan pengrusakan, penghasutan dan pengroyokan secara
langsung merupakan pelanggaran terhadap Pasal 406 dalam KUHP
yang menyebutkan bahwa (1) barang siapa dengan sengaja dan
melawan hukum menghancurkan, merusakkan, membikin tak dapat
dipakai atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau
sebagian milik orang lain, diancam dengan pidana penjara paling
lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak
empat ribu lima ratus rupiah, dan (2) ijatuhkan pidana yang sama
terhadap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum
membunuh, merusakkan, membikin tak dapat digunakan atau
menghilangkan hewan, yang seluruhnya atau sebagian milik orang
lain.
c. Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri.
Dalam UU Polri disebutkan bahwa pemeliharaan keamanan
dalam negeri melalui upaya penyelenggaraan fungsi kepolisian yang
meliputi pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat,
penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan
kepada masyarakat dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik
Indonesia selaku alat negara yang dibantu oleh masyarakat dengan
menjunjung tinggi hak asasi manusia;
UU Polri juga telah mengakomodasi peran pemimpin informal
dalam mencegah konflik sosial melalui keanggotaan di Komisi
Kepolisian Nasional. Hal ini tercantum di Pasal 39 ayat (1) dan (2)
yang berbunyi: “Keanggotaan Komisi Kepolisian Nasional terdiri atas
seorang Ketua merangkap anggota, seorang Wakil Ketua merangkap

