Page 8 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 8
38
Berdasarkan definisi tersebut hard power lebih menitik
beratkan pada kekuatan militer dan ekonomi, sedangkan soft power
bergantung pada kemampuan untuk menentukan agenda politik
dengan cara yang tepat sehingga dapat membentuk pilihan pihak
lain. Kemampuan untuk membentuk pilihan pihak lain ini sering
diasosiasikan dengan sumber-sumber kekuatan yang tidak bisa
dihitung (intangible power resources) seperti kebudayaan, ideologi
dan institusi. Soft power merupakan kemampuan untuk memikat
(entice) dan menarik (attract). Ketertarikan seringkali berujung pada
kepatuhan dan keberpihakan. Hal ini jauh berbeda dengan hard
power, karena pengaruh yang ditampilkan hard power lebih
menggunakan kekuatan militer (hard power), sedangkan soft power
bekerja secara tidak langsung dengan mempengaruhi lingkungan,
dan terkadang memakan waktu lama untuk mendapatkan tujuan
yang diinginkan. Namun demikian bukan berarti hard power tidak
lagi penting. Kekuatan militer tetap merupakan faktor penting dalam
situasi tertentu. Dalam kasus-kasus tertentu, hard power tetap
diperlukan.
d. Teori Pemidanaan. Terdapat 4 (empat) teori pemidanaan
dalam khasanah pemikiran hukum pidana yaitu retribusi (retribution),
penangkalan (deterrence), pelumpuhan (incapacitation) dan
rehabilitasi (rehabilitation). Teori pemidanaan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah gabungan dari teori retribusi (retribution), dan
teori penangkalan (deterrence).
Teori retribusi (retribution) merupakan teori yang melegitimasi
pemidanaan sebagai sarana pembalasan atas kejahatan yang telah
dilakukan seseorang. Kejahatan dipandang sebagai sesuatu yang
bertentangan dengan moral dan susila di dalam masyarakat. Oleh
karena itu, pelaku kejahatan harus dibalas dengan penjatuhan
pidana. Tujuan pemidanaan dilepaskan dari tujuan apapun,

