Page 8 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 8
kewenangan, sehingga dapat menghindari overlapping atau tumpang-
tindih.
c. Aspek Pelaksana Penanggulangan Terorisme
Pelaksana penanggulangan terorismeyang diberikan wewenang oleh
Pemerintah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku masih
mengalami berbagai kendala agar dapat berperan dan berfungsi secara
optimal. Namun demikian, tuntutan publik terhadap mereka pun cenderung
semakin besar karena semakin meningkatnya ketidak-amanan. Sementara
itu, kondisi politik yang ada tidak memungkinkan dilakukannya berbagai
kegiatan atai kebijakan yang dapat dianggap melanggar prinsip-prinsip
demokrasi dan ketentuan perlindungan HAM. Hal ini mengakibatkan
munculnya inkonsistensi dalam pelaksanaan kebijakan dan ancaman
“moral hazard7’ di dalam kalangan pelaksana di lapangan.
Pihak intelijen negara, yang sampai saat ini belum kunjung memiliki
payung hukum, sering mendapat tudingan publik sebagai lembaga yang
tidak memiliki kemampuan cukup dala deteksi dan peringatan dini. Pihak
masyarakat sipil, khsusunya LSM yang bergerak dalam bidang HAM dan
demokrasi, dengan alasan trauma masa lalu, masih belum mendukung
dibentuknya undang-undang intelijen negara yang akan meningkatkan
kemampuan dan profesionalismenya. Justru kekhawatriran akan
digunakannya badan intelijen negara seperti masa Orba menjadi salah satu
alasan penolakan terhadap R U U Intelijen Negara.
Pihak Polri yang berada di bans depan dalam penanggulangan
terorisme selama ini, juga mengalami problem legitimasi karena dianggap
teriampau terfokus pada pendekatan repressif terhadap para pelaku teror,
kendatipun hal tersebut memiliki legitimasi. Demikian juga kerjasama yang
sinergis dengan alat negara lain, seperti TNI, dalam operasi-operasi
penanggulangan teror masih belum sepenuhnya lancar karena belum
adanya sinkronisasi dan koordinasi yang baik. Khususnya pihak TN I
merasa masih belum dilibatkan secara semestinya, walaupun alat negara
ini memiliki landasan perundang- undangan, yaitu UU No.34 Tahun 2004,
yang di dalamnya memuat aturan mengenai operasi militer selain perang,
salah satu di antaranya adalah menghadapi ancaman terorisme.
36

