Page 8 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 8
36
sehingga petani/produsen/eksportir tidak bisa menjual
langsung ke pasar kecuali melalui pihak asing bersangkutan;
3) Pihak asing melakukan rekayasa genetika dari sel, benih, atau
sumberdaya genetika (plasma nutfah) dari suatu jenis
tanaman sehingga menyerupai jenis dan rasa suatu produk
pertanian yang sesungguhnya bukan tanaman asli di
negaranya, yang dikenal dengan istilah biopiracy.
Berbagai bentuk kegiatan ilegal terkait sumber kekayaan alam
perlu diwaspadai adalah yang dikenal sebagai “biopiracy’’ . Pola ini
semakin meningkat, sejalan dengan makin terbukanya hubungan dan
komunikasi antar negara. Istilah biopiracy memang tidak merujuk
langsung kepada indikasi geografis, tetapi lebih kepada pengelolaan
sumberdaya genetika, namun ada kemungkinan bahwa ke depan
melalui transfer sumberdaya genetika akan timbul ancaman terhadap
produk-produk indikasi geografis. Biopiracy adalah praktik eksploitasi
terhadap sumber daya alam dan pengetahuan tradisional atau
sumber daya genetik dan/atau mempatenkan penemuan yang
berasal dari pengetahuan tentang sumber daya masyarakat asli
tanpa hak dan kewenangan.
Mengenai persoalan biopiracy, di luar negeri kasus-kasus
seperti ini sudah terjadi dan direspons melalui upaya hukum. Salah
satu diantaranya, kasus “Darjeeling Tea”, yakni tanaman teh produk
indikasi geografis dari India, yang secara internasional telah terdaftar
dengan merek Darjeeling Gardens atas nama perusahaan Amerika
Serikat, Kraft Inc Corporation sejak tahun 1988. Pada tahun 1991
pemerintah India akan mendaftarnya produk indikasi geografis ini di
Amerika Serikat, namun ternyata Darjeeling sudah “dimiliki” orang
asing. Setelah melalui proses hukum, akhirnya pada tahun 1994
Pengadilan Delaware-lllinois membatalkan merek milik yang
didaftarkan oleh Kraft Inc Corporation. Dengan demikian dapat
ditunjukkan bahwa perlindungan atas produk indikasi geografis,
sekalipun hanya di tingkat nasional, lebih kuat dibanding dengan