Page 13 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 13
67
Persoalannya adalah bahwa saat Ini lahan subur dan cocok untuk
daerah pertanian tempatnya di Pulau Jawa dan Sumatera, yang
tekanan alih fungsinya sangat berat, sementara di beberapa kawasan
di perbatasan dengan negara tetangga yang diketahui berpotensi
untuk dikembangkan jadi lahan pertanian masih menghadapi kendala
pengawasan dan keterbatasan sarana dan prasarananya.
Implementasi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang
Perkebunan jo. Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 2009 tentang
Perlindungan Wilayah Geografis Penghasil Produk Perkebunan
Spesifik Lokasi (W G P P P S L ) yang mengatur larangan pengalih-
fungsian “Wilayah Geografis” sangat diharapkan. Penerapan yang
tegas aturan hukum ini diperlukan dalam rangka melindungi wilayah
geografis, yakni tempat asal suatu komoditas memiliki ciri khas dan
kualitas tertentu dan tidak dapat diperoleh pada wilayah lainnya.
Pemerintah Daerah semestinya sangat berkepentingan
dengan pengembangan perlindungan indikasi geografis, karena
dengan adanya produk indikasi geografis, dengan sendirinya reputasi
suatu kawasan termasuk daerahnya secara keseluruhan akan ikut
terangkat. Di sisi lain indikasi geografis juga dapat melestarikan
keindahan alam, pengetahuan tradisional, serta sumberdaya hayati,
dan ini akan berdampak pada pengembangan agrowisata. Indikasi
geografis juga akan merangsang timbulnya kegiatan-kegiatan lain
yang terkait seperti pengolahan lanjutan suatu produk. Semua
kegiatan ekonomi akibat adanya indikasi geografis tersebut, secara
otomatis ikut mengangkat perekonomian kawasan perlindungan
terkait.
Daerah diharapkan mendukung upaya pengembangan lahan
untuk konservasi dan pengembangan indikasi geografis. Kebijakan
di tingkat daerah ini sangat penting karena dapat langsung
diaplikasikan dan memudahkan pengawasan pelaksanaannya.
Satuan Kerja Pemerintah Daerah berperan penting untuk
mewujudkan adanya “cagar indikasi geografis”, yang didukung
dengan penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (R TR W ), dan