Page 8 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 8

22

12. Kondisi Implementasi Reformasi Agraria Saat Ini.

          Reformasi Agraria dimulai pelaksanaannya tahun 1960 berdasarkan
perintah UUPA. Undang-Undang ini menyatakan bahwa struktur agraria
warisan kolonial Belanda (“Agrarische W e f dalam Staatsblad 1870 No. 55)
harus dirubah. Dalam Penjelasan Undang-Undang, disebutkan bahwa
“Dalam pasal 10 ayat 1 dan 2 dirumuskan suatu azas yang pada dewasa
ini sedang menjadi dasar daripada perubahan-perubahan dalam struktur
pertanahan hampir diseluruh dunia, yaitu dinegara-negara yang
telah/sedang menyelenggarakan apa yang disebut Land Reform atau
Agrarian Reform yaitu, bahwa "Tanah pertanian harus dikerjakan atau
diusahakan secara aktip oleh pemiliknya sendiri."

          Sebagai tindak lanjut dari amanat UUPA, selanjutnya pemerintahan
Soekarno mengeluarkan seperangkat peraturan perundang-undangan
untuk mengimplementasikannya. Diantaranya; Undang-Undang No. 2
Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil; Undang-Undang No. 38 Tahun
1960 tentang Penggunaan dan Penetapan Luas Tanah untuk Tanaman-
Tanaman Tertentu; Undang-Undang No. 51 Tahun 1960 tentang Larangan
Pemakaian Tanah Tanpa Ijin yang Berhak atau Kuasanya; Undang-Undang
No. 56 Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian; Undang-
Undang No. 21 Tahun 1964 tentang Pengadilan Land Reform', Peraturan
Pemerintah No. 224 Tahun 1961 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah
dan Pemberian Ganti Kerugian.

          Hasil Reformasi Agraria pada era Orde Lama ini terlihat dari telah di-
redistribusikannya lahan seluas sekitar 450 ribu hektar, yaitu sejak program
ini dicanangkan pertama kalinya hingga akhir tahun 1964. Perinciannya
adalah Tahap I sejumlah 296.566 hektar dan Tahap II sejumlah 152.502
hektar. Karena tahap II ini belum selesai. Pembagian ini terutama baru
dilaksanakan di Pulau Jawa, Madura, Bali dan Nusa Tenggara. Sedangkan
tanah kelebihan yang telah ditentukan adalah 337.445 hektar.23

          Pada masa Orde Baru, program Land Reform ini tidak dilanjutkan
sama sekali. Bahkan upaya ini diberikan cap negatif sebagai kegiatan

23 Fauzi, N. 2005, dalam Santoso, U. Hukum Agraria dan Hak-hak Atas Tanah, Kencana,
Jakarta, Edisi Pertama, kal 147
   3   4   5   6   7   8   9   10   11   12   13