Page 11 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 11

53

kemerdekaan, para pemimpin kala itu memiliki jiwa patriotisme yang tinggi untuk
berjuang mengangkat senjata melawan penjajah, dilakukan tanpa pamrih
dengan suasana kebatinan yang bersih dari kepentingan individu atau kelompok
maupun etnis. Kala itu yang terfikir dalam benak para pemimpin perjuangan
hanyalah bagaimana membentuk suatu bangsa yang merdeka, lepas dari
penjajahan negara manapun.

          Sejarah telah mencatat bahwa jauh sebelum bangsa ini merdeka pada
tahun 1908 kaum pemuda terpelajar membentuk perkumpulan bernama Boedi
Oetomo dimana dimulainya kebangkitan nasional yang seterusnya pada tanggal
28 Oktober 1928 diikrarkanlah Sumpah Pemuda sebagai wujud keinginan
bersama untuk mengakui dan mengikatkan diri dengan penuh kesadaran dalam
suatu kesatuan kebangsaan. Nilai-nilai persatuan telah bergelora melalui ikrar
Sumpah Pemuda yang menjadi energi bagi perjuangan bangsa Indonesia dalam
mencapai kemerdekaannya. Peran kepemimpinan para pemuda pelopor ketika
itu telah mampu menjadikan Sumpah Pemuda sebagai nilai-nilai pemersatu dan
menjadi pengikat bangsa Indonesia, sekaligus sebagai embrio terbentuknya
pemimpin-pemimpin nasional. Dari buah perjuangan tersebut lahirlah negara
Proklamasi 17 Agustus 1945 yang kita cintai dan banggakan ini. Untaian
sejarah mulai dari zaman masa jayanya kerajaan Sriwijaya dan Majapahit
hingga berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia sampai saat ini
merupakan tonggak-tonggak sejarah kejayaan dan jatuh bangunnya bangsa ini.
Dengan demikian pemahaman elit pemimpin akan sejarah perjuangan bangsa
diharapkan dapat mengoptimalkan peran kepemimpinan nasional untuk
menggugah dan menyegarkan kembali makna perjuangan yang bertujuan
mempersatukan bangsa dalam suatu kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia guna membangun etika politik masyarakat dalam rangka
meningkatkan ketahanan nasional. Sehingga peran kepemimpinan nasional
j<edepan diharapkan dapat melakukan hal-hal sebagai berikut:

          1) Meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap proses reformasi
          dan demokrasi, menghilangkan “distorsi” kedaulatan rakyat terhadap
          pelaksanaan substansi dari demokrasi yang ada.

          2) Meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap “visi dan misi”
          partai politik, dan mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap
   6   7   8   9   10   11   12   13   14   15   16