Page 8 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 8

36

 dan waktu sepenuhnya bagi anak didik mereka dan peningkatan
 kualitas pendidikan umumnya;

     Keempat, akuntabilitas yang berkaitan dengan pengembangan
 dan pemeliharaan sistem dan kualitas pendidikan yang masih
timpang. Terdapat kesulitan besar dalam pencapaian kualitas yang
standar, dalam bidang-bidang yang merupakan basic competencies.
Kesulitan ini muncul karena terdapatnya ketimpangan-ketimpangan
pada kondisi sosial, budaya, dan ekonomi di antara berbagai wilayah
dan daerah;

     Kelima, profesionalisme guru dan tenaga kependidikan yang
masih belum memadai. Secara kuantitatif, jumlah guru dan tenaga
kependidikan lainnya agaknya sudah cukup memadai, tetapi dari segi
mutu dan profesionalisme masih belum memenuhi harapan. Banyak
guru dan tenaga pendidikan masih unqualified, underqualified, dan
mismatch, sehinga tenaga pendidik tidak mampu menyajikan dan
menyelenggarakan pendidikan yang benar-benar kualitatif.

    Memandang masalah-masalah tersebut diatas dalam dunia
pendidikan nasional, maka reformasi pendidikan jelas tidak bisa
dilakukan secara adhoc dan parsial. Dengan kata lain, reformasi
pendidikan haruslah bersifat komprehensif dan menyeluruh, baik pada
tingkat konsep maupun penyelenggaraannya; tidak lagi adhoc dan
incremental. Reformasi pendidikan perlu mengembangkan sejumlah
kebijaksanaan makro maupun mikro dalam rentangan jangka panjang,
jangka menengah dan jangka pendek. Bahkan, pemerintah yang pada
dasarnya mempunyai tugas pokok mengantarkan Indonesia dalam
transisi damai menuju demokrasi sepatutnya mengambil ‘affirmative
action’ untuk memastikan berhasilnya reformasi dan reposisi
pendidikan nasional. Dalam berbagai pembahasan dan perumusan
konsep tentang reformasi pendidikan, arah baru pendidikan nasional
yang bisa disebut merupakan salah satu fungsi pokok dan tujuan akhir
pendidikan adalah mempersiapkan individu anak didik dan warga
   3   4   5   6   7   8   9   10   11   12   13