Page 12 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 12
54
peraturan tentang penurxjaan kewajtban pernbayaran utang yang
semula diatur dalam Failhsements-verondenmg Staatsblad 1905-217
juncto Staatsblaad 1906-348. Oleh karena ketentuan tersebut sudah
tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan hukum masyarakat, maka
digantikan dengan Perpu Nomor 1 Tahun 1998 juncto Undang-
undang Nomor 4 Tahun 1998. Dalam ketentuan Undang-undang
Kepailitan tersebut diatur bahwa selain kewenangan untuk
memeriksa dan mengadili perkara permohonan pemyataan pailrt dan
permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang, temyata
Pengadilan Niaga berwenang pula untuk memeriksa dan mengadili
sengketa-sengketa HaKI yang tengah marak pada kurun waktu
dewasa ini, utamanya yang bersangkutan dengan merek, hak cipta,
maupun paten. Diharapkan sengketa-sengketa HaKI tersebut dapat
diseiesaikan secara hukum di pengadilan niaga.
Penyelesaian perkara-perkara kepailitan, PKPU, serta perkara
HaKI oleh pengadilan niaga adalah merupakan salah satu bentuk
untuk mewujudkan supremasi hukum, yang keberhasilannya
tergantung pada manusia sebagai pelaksananya. Sebab,
sebagaimana telah dikemukakan bahwa hukum tanpa kekuasaan
tidak realistis dan cenderung sia-sia, dan yang dimaksud kekuasaan
itu adalah manusia sebagai pelaksananya. Betapapun dikatakan
bahwa supremasi hukum adalah *governance not by man but by
law", akan tetapi masih bergantung pada manusia, bagaimana ia
menjalankan hukum tersebut Jika saja manusia atau kekuasaan
atau penguasa yang menjalankan hukum tersebut beritikat baik,
integritas tinggi, serta berwawasan nasional, maka pada tataran
itulah supremasi hukum telah ditegakkan. Sebaliknya, jika manusia
sebagai pemegang kekuasaan tidak menjalankan hukum
sebagaimana diamanatkan undang-undang, supremasi hukum akan
semakin jauh dan harapan.