Page 10 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 10
24
internasional dalam arti sempit, juga termasuk sejumlah tindak
pidana lain yang memenuhi karakteristik sebagai kejahatan
transnasional (transnational crimes).31
Dalam Rome Statute o f the International Criminal Court (Statuta
Roma atau Statuta ICC) yang melahirkan Pembentukan MPI atau
ICC yang permanen di Den Haag dan mempunyai yurisdiksi kriminal
(criminal jurisdiction) terhadap pelanggaran HAM yang berat:
Genosida (the Crimes of Genocide), Kejahatan terhadap
Kemanusiaan (Crimes against Humanity), Kejahatan Perang (War
Crimes), dan Agresi (the Crimes o f Aggression).
Dalam skala/lingkup nasional, dalam UU Pengadilan HAM
diadopsi dua tindak pidana yang dimuat dalam Statuta ICC, yakni
genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan beserta unsur-
unsurnya. Dalam Penjelasan Pasal 7 UU Pengadilan HAM
disebutkan bahwa “kejahatan genosida dan kejahatan terhadap
manusia dalam ketentuan ini sesuai dengan Rome Statute o f the
International Criminal Court (Pasal 6 dan Pasal 7)”.32 Dalam Pasal 9
disebutkan bahwa “kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 huruf b adalah salah satu perbuatan yang
dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematis
yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara
langsung terhadap penduduk sipil, berupa:
1) pembunuhan;
2) pemusnahan;
3) perbudakan;
4) pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;
31 Neil Boister, Transnational Criminal Law, European Journal of International Law,
2003.
2 Undang-Undang Pengadilan HAM dapat dianggap sebagai tonggak kedua
dalam penegakan HAM pada level Undang-Undang setelah Undang-Undang Nomor 39
Tahun 1999 tentang HAM. Lihat: Bagir Manan, dkk., Perkembangan Pemikiran Dan
Pengaturan H ak Asasi Manusia D i Indonesia, Bandung: YHDS-Alumn't, 2006, him. 93.