Page 9 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 9
23
berkewajiban untuk menuntut dan menghukum yang bersangkutan
sekalipun tindak pidana yang bersangkutan tidak dilakukan di negara
tersebut dan negara tersebut tidak mengalami kerugian karena
tindak pidana tersebut. Prinsip universal secara nyata telah
diberlakukan pada Peristiwa 11 September 2001 di Gedung WTC
New York, dan kasus Bom Bali.29
Di satu pihak, prinsip universal mengisyaratkan bahwa setiap
negara memiliki kedaulatan untuk memperluas yurisdiksinya. Akan
tetapi di lain pihak, mengisyaratkan pula bahwa negara lain
mempunyai hak yang sama yang juga harus dihormati. Hal ini berarti
bahwa suatu negara yang berdaulat memiliki kekuasaan penuh
untuk menjalankan kehidupan negara dan kekuasaan yang demikian
harus dihormati oleh setiap negara lain yang juga memiliki
kekuasaan serupa dalam dirinya.30
c. Kejahatan internasional (pelanggaran HAM)
Menurut Neil Boister tindak pidana internasional dapat hanya
berupa tindak pidana internasional dalam arti sempit (international
crimes stricto sensu), yakni tindak pidana internasional yang
memenuhi karakteristik sebagai pelanggaran HAM yang berat (gross
violation o f human rights), yang berdasarkan instrumen internasional
menunjuk kepada sejumlah tindak pidana yang menjadi jurisdiction
o f subject matters dari MPI (ICC) permanen sebagaimana diatur
dalam Statuta ICC tahun 1998 maupun yang telah diperiksa dan
diadili pada beberapa ICC yang bersifat Ad Hoc. Selain itu, tindak
pidana internasional dapat berupa tindak pidana internasional dalam
arti luas (international crimes largo sensu), yakni selain tindak pidana
29 Romli Atmasasmita, Kejahatan Transnasional dan Internasional serta implikasi
terhadap Pendidikan Hukum Pidana serta Kebijakan Hukum Pidana di Indonesia, dalam
buku Perkembangan Hukum Pidana dalam Era Globalisasi, Jakarta: Perum Percetakan
Negara RI, Cet. 1, 2008, him. 45.
30 Yudha Bhakti, Imunitas kedaulatan Negara di forum Pengadilan Asing, Bandung:
Alumni, 1999, him. vii.