Page 9 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 9
37
internasional (pelanggaran HAM) yang terjadi Indonesia, apabila
Pengadilan HAM Ad Hoc Indonesia dipandang unable atau unwilling untuk
atau dalam mengadili suatu kejahatan internasional (pelanggaran HAM).
Dengan pembentukan MPI (ICC) tersebut, Pemerintah Indonesia
sesungguhnya telah “menyerahkan” sebagian kedaulatan hukum untuk
memeriksa dan mengadili pelaku kejahatan internasional (pelanggaran
HAM) yang melibatkan yurisdiksi kriminal peradilan Indonesia kepada MPI
(ICC), terlepas dari status hukum pelaku pejabat publik yang seharusnya
memiliki imunitas diplomatik. Selain itu, jika Indonesia telah menerima
yurisdiksi kriminal ICC ke dalam struktur ketatanegaraan Indonesia, hal ini
telah menegasikan amanat UUD NRI Tahun 1945 tentang dua puncak
kekuasaan kehakiman, yaitu Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi.
Implikasi penanganan kejahatan internasional (pelanggaran HAM)
terhadap sistem hukum Indonesia adalah bahwa pembentukan MPI (ICC)
untuk memeriksa dan mengadili kejahatan internasional (pelanggaran
HAM) yang terjadi di Indonesia, akan menimbulkan perubahan mendasar
terhadap asas-asas hukum dan norma-norma hukum, kelembagaan
hukum dan proses-proses hukum pidana dalam peradilan terhadap
perkara pelanggaran HAM yang berat. Seperti diketahui, Indonesia
sesungguhnya telah memiliki modal dasar berupa sistem hukum yang
dapat menegakkan perlindungan HAM setiap warga negara, seperti
terdapat dalam UUD NRI Tahun 1945 Bab XA tentang HAM, UU HAM,
UU Pengadilan HAM. Selain itu telah dilakukan Pembentukan Komnas
HAM, Komnas Perempuan, maupun Komnas Perlindungan Anak.
Implikasi penanganan kejahatan internasional (pelanggaran HAM)
terhadap bidang politik Indonesia adalah bahwa pengakuan eksistensi
ICC ke dalam yurisdiksi Indonesia dapat menimbulkan instabilitas
kehidupan politik nasional, karena senantiasa akan muncul pro dan kontra
yang berkepanjangan ketika terjadi pelanggaran HAM yang berat. Di sisi
lain, berbagai kejahatan internasional (pelanggaran HAM) yang terjadi di
Indonesia di masa lampau yang masih belum diselesaikan secara tuntas,
akan menimbulkan tekanan-tekanan internasional dengan dalih “unwilling”