Page 7 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 7
35
diberikan kekuasaan untuk mengangkat penyidik dan penuntut
umum Ad Hoc.
b. Persidangan dan Putusan Pengadilan HAM Ad Hoc Timor
Timur
Sesuai dengan Statuta ICC yang mengamanatkan
pembentukan MPI (ICC) yang permanen, maka UU Pengadilan HAM
juga mengamanatkan pembentukan Pengadilan HAM permanen
untuk menangani kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi
sebelum UU ini disahkan (asas retro aktif yang berbeda dengan
Statuta Roma yang menganut asas nonretro aktif)). UUPHAM ini
juga menjadi dasar didirikannya Pengadilan HAM Ad Hoc.
Adapun yurisdiksi kriminal Pengadilan HAM adalah memeriksa
dan memutus perkara kejahatan internasional (pelanggaran HAM)
baik yang dilakukan di dalam maupun di luar batas teritorial wilayah
negara Indonesia oleh warga negara Indonesia. Pasar 7 menetapkan
bahwa kejahatan internasional (pelanggaran HAM) meliputi
kejahatan genosida (pembunuhan massal) dan kejahatan terhadap
kemanusiaan, karenanya pengadilan memiliki yurisdiksi atas tindak
pidana kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida {jurisdiction
of subject matters).
Pada praktiknya Pengadilan HAM Ad Hoc kemudian dibentuk
melalui suatu Keputusan Presiden (Keppres) No. 53 Tahun 2001
tentang Pembentukan Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc pada
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang dikeluarkan oleh Presiden
(Abdurrahman Wahid), berdasarkan rekomendasi DPR. Kemudian
Presiden menyatakan bahwa yurisdiksi pengadilan khusus ini harus
dibatasi secara ketat, karenanya ditetapkan bahwa pengadilan ini
hanya bisa memeriksa perkara-perkara kejahatan HAM yang terjadi
pada masa sesudah jajak pendapat 30 Agustus 1999 yang berarti
mengesampingkan berbagai kasus kejahatan internasional
(pelanggaran HAM) yang dilakukan sepanjang tahun tersebut.