Page 8 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 8

36

perizinan yang tumpang tindih dan sering terjadi duplikasi serta sering
inkonsistensi; Belum tersedianya standar operasional prosedur
pelayanan (SOP) perizinan dan Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang
memadai yang menjamin adanya akuntabilitas pelayanan perizinan yang
dilakukan.

d. Pengawasan Pertambangan Mineral dan Batubara

         Saat ini adanya kecenderungan over exploitation dan overuse
(pemanfaatan berlebihan) terhadap deposit mineral dan batubara
sehingga mengancam keberlanjutan sumberdaya alam (sustainability o f
natural resources) itu sendiri. Dinamika perkembangan otonomi daerah
dan pemekaran wilayah provinsi/kabupaten/kota secara langsung dan
tidak langsung ikut berpengaruh dan memberikan arah baru tata kelola
pertambangan mineral dan batubara (Mining governance).

          Saat ini pengawasan yang dilakukan pada kegiatan
pertambangan masih sangat terbatas. Dalam kerangka otonomi daerah
memberikan kewenangan pengawasan kepada Pemerintah dan
Pemerintah Daerah disesuaikan dengan kewenanganrya. Pemerintah
Daerah telah melaksanakan kewenangan terutama dalam penerbitan
Izin Usaha Pertambangan. Penerbitan IUP dalam jumlah yang banyak
(10.922 izin) tidak diikuti dengan pengawasan pengelolaan
pertambangan yang baik. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya
ditemukan kasus tumpang tindih dalam penerbitan IUP sehingga
menyebabkan permasalahan dalam kegiatan pertambangan di
lapangan.

          Pengawasan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah
terhadap kegiatan pertambangan sangat terbatas, terutama disebabkan
 sebagian besar Pemerintah Daerah belum memiliki pejabat pengawas
 dan Inspektur Tambang, sarana dan prasarana pengawasan
 pertambangan yang kurang, serta masih terbatasnya jumlah dan kualitas
 aparat pemerintah dalam pengelolaan pertambangan mineral dan
 batubara di daerah. Koordinasi antar level Pemerintah (Pemerintah
   3   4   5   6   7   8   9   10   11   12   13