Page 8 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 8

78

                 Kita melihat, pada bangsa Jepang dan Korea Selatan,
        pendidikan karakter yang diberikan selaras dengan kebudayaan
        mereka yang santun, jujur, dan konsekuen. Memasuki abad ke-21,
        India mampu merealisasikan pendidikan karakter bagi generasi
        mudanya, hingga mereka tampil sebagai pemuda-pemuda tangguh
        yang melahirkan beragai inovasi baru dan berkiprah di berbagai
        bidang dengan kualitas yang baik. India kini terkenal sebagai negara
        yang warganya memiliki rasa nasionalisme yang sangat tinggi. Hal
        yang sama juga terjadi pada bangsa Afrika Selatan, Taiwan,
        Singapura, dan Thailand. Bangsa-bangsa ini tumbuh dengan
        memiliki karakter yang kuat.

                 Almarhum Nelson Mandela, presiden dan pahlawan
        perjuangan anti-aparteid Afsel selalu tampil mengenakan batik khas
        Indonesia, namun hal itu tidaklah menghilangkan jatidiri Nelson
        Mandela sebagai orang Afsel. Batik yang dikenakan justru lebih
        mencerminkan sosoknya sebagai tokoh perdamaian dunia. Bangsa
        Indonesia pun memiliki tokoh besar yang berkarakter kuat, yaitu Ir.
        Soekarno.

                  Kenyatan berat harus kita akui, dalam setengah abad terakhir
        bangsa Indonesia harus berjuang ekstra keras untuk menegakkan
        pendidikan karakter yang sesuai Pancasila, UUD 1945, dan
        Ketahanan Nasional. Infiltrasi kebudayaan asing—terutama konsep-
        konsep materialisme dan individualisme menyerang nyaris tak
        tertahankan. Di sisi lain dinamika kehidupan—yaitu dinamika
        ipoleksosbudmil— menciptakan tantangan-tantangan tersendiri bagi
         penegakan pendidikan karakter sesuai Pancasila, UUD 1945, dan
         Ketahanan Nasional, terutama menyangkut karakter kepemimpinan,
         hingga muncul sindiran Indonesia telah menjadi negara autopilot.33

33 Banyak penelitian— dari berbagai disiplin ilmu— menunjukkan bahwa bangsa Indonesia
sedang mengalami krisis karakter, yang ditandai dengan krisis kepemimpinan. Hingga
muncul istilah ‘negara autopilot' yang pertamakali dicetuskan para tokoh lintas-agama
dalam sebuah diskusi di Jakarta. Istilah ini ditafsirkan beragam. Namun pada intinya,
Indonesia saat ini dianggap ‘berjalan dengan sendirinya’. Bahwa tanpa adanya pemimpin,
negeri Indonesia tetap akan berjalan sebagaimana adanya. Bantahan terhadap sebutan ini
pun beragam. Tapi, apapun pro-kontra yang terjadi, pasca Reformasi 1998 bangsa
Indonesia menyadari tengah mengalami krisis karakter. Hingga kemudian muncul gerakan
   3   4   5   6   7   8   9   10   11   12   13