Page 13 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 13

41

 memberi atau menerima sogok, dan sejenisnya. Banyak pihak
 menilai, sikap melawan hukum ini bukan keinginan individu, tetapi
 karena kesalahan aparat hukum yang tidak memberi contoh tentang
 perilaku yang sesuai hukum. Logikanya, masyarakat memerlukan
 keteladanan dan cerminan dari para penyelenggara negara, terutama
 para penegak hukum, untuk mematuhi hukum. Kelompok elit juga
 kurang memberikan keteladanan tentang taat hukum.

          Di tengah kemajemukan masyarakat kita yang terdiri dari
 berbagai suku, budaya dan agama, mereka memiliki budaya hukum
yang beraneka ragam. Contohnya di Sulawesi Utara ada semboyan
 Torang Samua Basudara yang menjiwai masyarakat menjadi ramah
dan senantiasa berupaya menghindari pertikaian sesama. Di
Minangkabau dikenal Tuah Sakato. Pada masyarakat Batak ada adat
Dalihan Na Tolu.

          Tetapi, di sisi lain, masyarakat tidak patuh terhadap peraturan
tertulis dan bersifat memaksa. Hal tersebut muncul karena adanya
ketidakpercayaan sistem hukum yang dinilai diskriminatif dan tidak
sesuai dengan ketentuan hukum yang ada. Dalam banyak hal bisa kita
lihat, seorang pelanggar hukum yang bisa lolos dari jerat hukum hanya
karena uang atau karena yang bersangkutan memiliki posisi penting.
Sebaliknya, bagi masyarakat biasa hukum diberlakukan secara ketat
dan tidak mempertimbangkan rasa keadilan serta kepastian hukum.
Kondisi tersebut membuat masyarakat menjadi frustrasi sehingga
terbentuk mosi tidak percaya terhadap hukum. Pada akhirnya hukum
tak lagi dianggap sebagai norma yang wajib dipatuhi. Penyebab
lainnya adalah masih ditemukannya produk hukum yang tidak
memenuhi rasa keadilan masyarakat.

         Karena adanya sejumlah kendala yang mengakibatkan
lemahnya substansi hukum dan struktur hukum, maka budaya hukum
di Indonesia juga mengalami gangguan serius. Budaya hukum yang
rendah terlihat manakala pelanggaran hukum tidak lagi dipandang
   8   9   10   11   12   13   14   15   16   17