Page 6 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 6
34
semakin lama didapatkan, karena harus melalui rantai
peradilan yang sangat panjang.
b) Pembuktian yang Lemah dan Tidak Meyakinkan.
Pembuktian haruslah bersifat pasti dan
meyakinkan, agar keputusan yang dihasilkan pun pasti
dan meyakinkan. Seharusnya persangkaan atau dugaan
seperti dalam pembuktian kasus perdata serta
keterangan ahli dalam dalam kasus pidana, dihapuskan,
karena persangkaan hanya akan menghasilkan
ketidakpastian dan keterangan ahli seharusnya
diposisikan hanya sekedar informasi (kabar) saja.
c) Tidak ada persamaan di depan hukum.
Persamaan di depan hukum (equality before the
law) tanpa memandang status dan kedudukan
merupakan sebuah keharusan. Di Indonesia ada
ketentuan, bahwa jika ada pejabat negara setingkat
bupati dan anggota DPRD tersangkut perkara pidana
harus mendapatkan izin dari Presiden. Aturan ini
cenderung diskriminatif dan memakan waktu serta justru
menunjukkan bahwa equality before the law hanyalah
isapan jempol.
2) Aparat Penegak Hukum
Selama ini Indonesia mengenal adanya empat pilar
penegak hukum, yaitu polisi, jaksa, hakim dan Lembaga
Pemasyarakatan. Setelah diberlakukan UU No. 18/2003
tentang Advokat, pilar itu jadi lima. Pasal 5 ayat (1) UU ini
menyebutkan: Advokat berstatus sebagai penegak hukum,
bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan
perundang-undangan.
Fungsi keempat penegak hukum sudah jelas. Proses
penyelidikan, penyidikan dan pemberkasan perkara dilakukan

