Page 11 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 11

63

    dan kekuasaan dijalankan atas nama rakyat dan untuk rakyat inilah yang
    nemunculkan negara demokratis atau pemerintahan demokratis.

        Praktek representasi rakyat di beberapa negara secara umum dapat
    dikelompokan menjadi tiga sistem perwakilan, yaitu perwakilan politik,
    perwakilan territorial, dan perwakilan sistem perwakilan fungsional
   pembentukan DPD RI dalam sistem ketatanegaraan Indonesia nampaknya
   hendak merangkum kepada tiga sistem perwakilan tersebut. Praktek
   kenegaraan melalui sistem pewakilan dapat mereduksi aktualisasi
   kepentingan rakyat. Keterwakilan rakyat secara politis dinyatakan dalam
   bentuk partai politik dan organisasi massa dan rakyat tidak secara nyata
  terwakili. Praktek di parlemen selama ini lebih berkembang pada format
  sistem perwakilan politik atau tepatnya partai politik.

      Amandemen UUD 1945 dengan format pembentukan DPD merupakan
  sebuah langkah penguatan sistem perwakilan rakyat yang secara nyata
  merupakan untuk rakyat. Kedudukan DPD yang merupakan sistem
  representasi rakyat melalui salah satu sistem perwakilan rakyat bila dijalankan
 dengan baik maka akan mencerminkan arti demokrasi yang sesungguhnya,
 hal ini akan membawa dukungan luas dari masyatakat karena merasa
 kepentingannya terwakili. Dan hal tersebut dibuktikan dengan pemilihan
 anggota DPD yang dilaksanakan melalui pemilu.

     DPD sebagai lembaga politik memiiki dua dimensi polik, yaitu pertama,
 sebagai implikasi pembagian peran dimana DPD sebagai lembaga politik
 harus berbagi tugas, fungsi, dan kewenangan dengan DPR dan kekuasaan
negara lainnya. Kedua, sebagai lembaga perwakilan yang dianggap mewakili
masyarakat dan daerah melalui prosedur pemilihan umum, seperti yang
dituliskan oleh Daniel Dhakidae (2000) yang menamakan fungsi parlemen
sebagai “kuasa wicara” rakyat. Dalam fungsi ini ada tiga faktor yang
seharusnya dijadikan tolak ukur ketika melihat bagaimana peran ini dilakukan
yaitu dengan (1). Kepekaan politik sebagai “wakil daerah” (2). Kemahiran
teknis dalam mengolah dan mengelola aspirasi rakyat yang didapatnya dari
wakil daerah, dan (3). Batasan-batasan perilaku yang tertuang dalam etika.
   6   7   8   9   10   11   12   13   14   15   16