Page 11 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 11
Kondisi di atas menunjukkan bahwa kendati bisnis penyiaran sangat ketat
persaingannya, namun demikian peluang untuk meraih keuntungan masih
cukup terbuka, sebab share iklan ternyata hanya terbagi pada beberapa
pelaku saja. Media televisi, yang mempunyai kemampuan persuasi dan
membangun opini publik ini, ada kalanya memang hanya melayani kalangan
tertentu saja dengan pemberitaan yang sepenuhnya disesuaikan dengan
selera atau kepentingan kalangan tersebut. Cara ini membuat televisi
memiliki khalayak setia sehingga dapat tetap hidup sekalipun jumlah
pelanggannya terbatas. Disisi lain, warga masyarakat juga cenderung
memilih saluran televisi yang sesuai dengan kepentingan atau bahkan
prasangkanya sendiri sehingga ketika stasiun televisi cenderung
menonjolkan hal-hal negatif, misalnya mengunggulkan golongan tertentu
atau beropini sepihak,, ada kalanya tetap mendapat segmen khalayak.
Situasi inilah yang kemudian dijadikan sebagai ajang perebutan khalayak
demi perolehan iklan sehingga program acara cenderung dirancang dan
diarahkan berdasarkan realitas semu atas kemewahan, kekerasan dan
impian-impian duniawi untuk menaikkan rating, dan masyarakatpun “dipaksa"
menontonnya. Eforia kebebasan berekspresi dan kapitalismepun
berlangsung atas nama demokrasi.
c. Kebebasan Berkomunikasi
Demokrasi pada hakekatnya adalah komunikasi. Setiap orang dalam
masyarakat demokratis mempunyai hak untuk berbicara, berkomunikasi atau
berdialog satu sama lain untuk membahas masalah yang dihadapi bersama
dan solusinya. Peraturan yang mengatur pertelevisian terutama berkaitan
dengan penyiaran berita yang seringkali diperdebatkan adalah Undang-
Undang No 40 Tahun 1999 Tentang Kebebasan Pers. Dalam kurun waktu
lebih dari sebelas tahun sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 40
Tahun 1999 tentang Pers itu, telah berkembang berbagai pendapat di
masyarakat mengenai pelaksanaan kemerdekaan atau kebebasan pers di
Indonesia.
28

