Page 12 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 12
38
lokasi tambang, dan demikian juga selanjutnya untuk kelompok masyarakat
yang ke tiga.28
Terkait dengan permasalahan diatas, kebijakan pemerintah terhadap
tata kelola yang baik {good governance) dalam hal pengelolaan SKA dan
lingkungan hidup dirasakan masih jauh dari memuaskan. Tata kelola SKA
yang selama ini belum berpijak pada prinsip-prinsip pembangunan
berkelanjutan telah mengakibatkan meningkatnya kesenjangan antara
masyarakat lokal dengan alam sekitarnya. Selain itu distribusi dan
pemanfaatan hasil dari pengelolaan SKA yang belum merata juga
menyebabkan banyak masyarakat, termasuk masyarakat hukum adat,
menjadi penonton dalam pemanfaatan SKA di sekitar wilayah tempat
tinggalnya.
Kebijakan pengelolaan SKA juga dianggap cenderung lebih memihak
kepada para pengusaha ketimbang keberpihakan kepada rakyat, atau
sering disebut sebagai kebijakan yang pro kapital {corporate based).
Kebijakan seperti inilah yang selama ini juga cenderung menimbulkan
kerusakan lingkungan di daerah-daerah yang memiliki potensi SKA. Selain
itu, kebijakan tersebut juga berpotensi membawa masalah yang ditimbulkan
oleh tingginya kehilangan pendapatan negara dari sektor SKA dan bahkan
memicu konflik baik vertikal maupun horisontal yang dapat menimbulkan
disintegrasi di Indonesia. Oleh karena itu, pada tahun 2013 pemerintah
harus mengubah orientasi pengelolaan SKA menjadi lebih berkelanjutan,
transparan, dan pro-rakyat {community-based).29
Saat ini Indonesia sudah memiliki Undang-undang No 4 Tahun 2009
tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Dalam prakteknya, Undang-
undang tersebut dinilai masih menyisakan banyak permasalahan yang
menghambat kegiatan pertambangan dan jasa usaha pertambangan. Hal ini
mengakibatkan kerugian yang tidak hanya dialami oleh pelaku usaha tapi
28 M. Dawam Rahardjo, Kuliah tentang “Ekonomi Konstitusional," disampaikan kepada para
Peserta PPRA XLIX Lemhannas RI, Jakarta.
29 Ibid.