Page 10 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 10
92
terkait dengan penyiapan instansi yang dilibatkan dalam
penanganan konflik sosial secara terpadu, yaitu:
1) Setelah Moll ditandatangani dari tingkat pusat hingga
kabupaten, selanjutnya disusun SOP dalam menangani
konflik sosial, baik pada tingkat nasional, provinsi maupun
kabupaten atau kota. SOP secara umum mengatur peran dan
tugas masing-masing instansi yang berwenang sesuai
tahapan dan ekskalasi konflik, serta peran serta masyarakat
dalam mendukung penyelesaian konflik. Dalam penyusunan
SOP tidak saja melibatkan Polri, TNI dan Kemendagri, tetapi
pakar ahli, akademisi, konsultan, dan penggiat HAM.
Pelibatan pihak luar selain instansi terkait, memiliki maksud
untuk mengakomodir berbagai masukan dari multi perspektif
dalam penanganan konflik sosial. Sebagai contoh kelompok
akademisi dapat memberikan masukan metode yang tepat
untuk melakukan pemetaan masalahan konflik, serta dapat
memberikan masukan secara teoritis tentang dinamika
psikologi massa dalam sebuah peristiwa konflik, dan
sebagainya. Menjadi catatan penting dalam bagian ini adalah,
bahwa segala masukan yang diberikan harus disesuaikan
dengan kebutuhan penanganan konflik saat itu. Sebab tidak
jarang bahwa masukan yang diberikan justru bersifat
kontradiktif terhadap tindakan-tindakan yang telah dilakukan.
2) Sosialisasi SOP kepada instansi yang bertanggung jawab,
baik pada tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten atau
kota. Pada tingkat pusat, sosialisasi SOP penanganan konflik
sosial tidak dilakukan secara sendiri-sendiri, namun
dilaksanakan oleh tim terpadu dan dilaksanakan secara
bersama dengan melibatkan seluruh instansi yang
berwenang. Pelaksanaan secara bersama bertujuan untuk
menciptakan kesepahaman dalam mengimplementasikan
SOP yang telah disusun. Kesepahaman ini penting dalam