Page 6 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 6

36

         Sementara kesadaran kedua juga menemukan sandaran, bukan
pada teori melainkan pada realitas dunia kerja yang membutuhkan
kekuatan mental, ketahanan fisik, kesetiakawanan, kekompakan,
kebersamaan, solidaritas, dan bahkan militansi. Seorang pamong
menghadapi tuntutan kerja nyaris 24 jam dan menghadapi berbagai
kendala dalam membangun tata pemerintahan dan tata kehidupan
bermasyarakat yang lebih baik. Begitu juga dunia kerja alumni STIP.
Pekerjaan di kapal membutuhkan fisik dan mental yang kuat. Kekuatan fisik
dan mental bisa ambrol tanpa kesetiakawanan, kekompakan,
kebersamaan, solidaritas, dan bahkan militansi.

         Untuk itulah, sejak di masa pendidikan, aspek aspek ketahanan
mental, fisik, kesetiakawanan, kekompakan, kebersamaan, dan solidaritas
dibangun melalui melalui berbagai cara: tinggal bersama di asrama,
penyebutan berbeda bagi senior-junior, melakukan kegiatan bersama, dan
seterusnya. Setelah lulus pun, ikatan ini tetap terjaga dengan dibentuknya
korps alumni. Dalam konstruksi hubungan seperti ini, tentu tidak
terhindarkan lahirnya militansi.

         Hal yang sama tentu diberlakukan bagi siswa baru yang berarti.juga
‘anggota keluarga yang baru’. Anggota baru harus diperkenalkan dengan
kultur dan relasi sosial yang sudah mentradisi dalam suatu institusi
pendidikan vokasional. Untuk itu, anggota baru harus menjalani inisiasi.
Inisiasi ini menjadi proses pertama bagi anggota baru untuk mengenal
kultur pembentukan ketahanan mental, fisik, kesetiakawanan, kekompakan,
kebersamaan, solidaritas, dan bahkan militansi yang ada dalam institusi
pendidikan vokasional tersebut.

         Ini juga sangat sarat kultural dan sejarah. Hampir semua
kebudayaan di Tanah Air mengenal proses inisiasi, mulai dari inisiasi
kelahiran, menginjak usia remaja, menikah, dan seterusnya. Inisiasi
menjadi penanda kemajuan dalam kehidupan seseorang.

         Kultur inisiasi ini kemudian bertemu dengan sejarah panjang
penerimaan siswa baru oleh seniornya. Terjadi ‘pertemuan’ antara proses
pengenalan siswa baru pada institusi yang dimasukinya dengan tradisi
inisiasi. Modelnya tentu saja tidak seperti inisiasi tradisional, akan tetapi
   1   2   3   4   5   6   7   8   9   10   11