Page 8 - Perpustakaan Lemhannas RI
P. 8
62
konflik komunal, maka perhatian patut diberikan terhadap faktor
identitas primordial dan kesenjangan sosial ekonomi, yang seringkali
menjadi penyebab perubahan perilaku masyarakat untuk lebih
mementingkan kelompoknya masing-masing dan identik dengan
kekerasan. Perilaku atau sikap mau menang sendiri, intoleran, tidak
menghargai pluralisme dan kekerasan komunal dalam
perkembangannya cenderung semakin meningkat. Tindak
kekerasan, main hakim sendiri dan tindakan anarki yang tidak
mencerminkan nilai-nilai sosial masyarakat dan hukum telah
mewarnai kehidupan sehari-hari di sebagian masyarakat. Selain itu,
masalah kesenjangan dan ketidakadilan telah menjadi akar dan
sekaligus bibit konflik yang merapuhkan sendi-sendi kebangsaan
dan kebhinnekaan. Perilaku masyarakat tersebut dapat dilihat,
seperti dalam kasus perang antar-suku, antar-desa dan antar-
pendukung pemilukada, kekerasan dengan mengatasnamakan
agama, dan sikap-sikap main hakim sendiri.
Merujuk pada kondisi tersebut, maka indikator keberhasilan
yang dapat dirumuskan untuk mengatasi persoalan tersebut dapat
dilihat dari telah diberikannya pemahaman secara utuh kepada
masyarakat terkait implementasi nilai-nilai kewaspadaan dan
kesiapsiagaan, sehingga mereka tidak mudah terprovokasi oleh
oknum-oknum yang menggunakan isu SARA untuk mencapai tujuan
tertentu dan memperkeruh stabilitas nasional. Selain itu, peran
elemen civil society (LSM, organisasi kemasyarakatan, organisasi
kepemudaan) semakin diberdayakan dalam penanggulangan konflik
komunal, karena kekuatan dan jaringan sosial struktur ini pada
hakikatnya dapat menjadi perantara yang membantu mendorong
masyarakat untuk mengedepankan nilai-nilai toleransi dan
kebersamaan dalam menghadapi kemajemukan bangsa.
Upaya meningkatkan pemahaman dan implementasi
masyarakat terkait Kewaspadaan Nasional untuk menanggulangi
konflik komunal juga telah dilakukan melalui optimalisasi peran para
pimpinan nasional, tokoh masyarakat dan tokoh agama yang